Bab 17 – Komplikasi Bedah Laparoskopi

Bab 17 – Komplikasi Bedah Laparoskopi

“ Seorang spesialis adalah orang yang telah membuat semua kesalahan yang mungkin dapat dilakukan di bidang yang sangat sempit” – Niel Bohr

Komplikasi dapat terjadi dalam bentuk operasi apa saja, bisa dalam laparotomi ataupun laparoskopi. Semakin berpengalaman seorang dokter bedah , semakin kecil juga kemungkinan komplikasi terjadi. Sangatlah penting untuk mengetahui semua komplikasi yang dapat terjadi sebelum memulai operasi.

Komplikasi dapat terjadi selama 2 langkah bedah laparoskopi yang berbeda.

1) Selama langkah pertama memasukkan karbon dioksida ke dalam rongga perut (menimbulkan pneumoperitoneum)dan saat memasukkan trokar dan laparoskop.

2) Selama dari prosedur operasi itu sendiri.

1) Selama langkah pertama memasukkan karbon dioksida ke dalam rongga perut ( menimbulkan pnreumoperitoneum ) dan saat memasukkan trokar dan laparoskop

a) Penempatan trokar pertama

Komplikasi dapat terjadi pada penempatan trokar pertama. Ada banyak cara untuk menempatkan trokar pertama. Teknik yang pertama adalah dengan menggunakan jarum Veress untuk memasukkan karbon dioksida kedalam perut ( insulflasi ) dan menempatkan trokar pertama secara memabi buta melalui umbilikus. Apabila terdapat adhesi ( perlengketan ) usus ke perut terutama pada letak umbilikus, dapat terjadi cedera usus. Jika cedera ini dilihat, usus yang cedera dapat ditangani dengan mudah, baik secara laparoskopi maupun melalui laparotomi.

Gambar 17.1 cedera pada usus yang melekat pada dinding perut di umbilikus

Ada beberapa strategi untuk mengurangi insiden dari komplikasi ini.

i) Veress di titik palmar

Apabila diduga adanya adhesi, maka jarum Veress dapat ditempatkan pada titik palmar ( titik persis di bawah margin kosta kiri di garis midclavicula ( garis vertikal ) )sama seperti sebelumnya pada pasien dengan laparotomi garis tengah.Insuflasi karbon dioksida dapat dilakukan dari posisi ini. Trokar 5 mm dapat ditempatkan di area ini untuk memvisualisasikan perut dan panggul dan untuk mencari adhesi sebelum melanjutkan penempatan trokar yang lainnya. Insiden adhesi pada titik palmar sangatlah rendah dan aman dari cedera organ saat memulai laparoskopi pada area ini.

Gambar 17.2 Titik Palmar

ii) Laparoskopi Terbuka

Laparoskopi terbuka merupakan teknik dimana sayatan dibuat di umbilikus sehingga selubung rektus (g) dan peritoneum terbuka dengan penglihatan langsung. Setelah rongga perut ditembus, trokar ditempatkan ke dalam perut dan insuflasi dilakukan. Karena ini bukan prosedur yang sukar terlihat, usus yang melekat di umbilikus akan dapat terlihat melalui sayatan ini, dan apabilaterjadicederausus, perbaikandapatdiatasisegera.Studipenelitian menunjukkan bahwa metode ini tidak dapat mengurangi insiden cedera usus akan tetapi jika itu terjadi, akan dengan mudah untuk dideteksi. Kerugiannya adalah sayatan yang dibuat di umbilikus biasanya lebih besar dan dapat memungkinkan adanya kebocoran dari sayatan tersebut , sehingga terkadang dapat membuat operasi menjadi rumit. Lengan yang disebut dengan ” lengan hasson ” dapat ditambahkan pada trokar untuk menyumbat kebocoran. Jahitan pola purse string dapat juga ditempatkan disekitar trokar untuk mengencangkan jaringan disekitar trokar.

iii) Trokar Optik

Pada saat ini, trokar hadir dengan model berongga dan lengan yang ujungnya yang transparan. Jenis dari trokar ini memungkinkan laparoskop untuk dapat ditempatkan di dalamnya ketika dimasukkan ke dalam perut. Dengan ditempatkannya laparoskop di lengan, trokar berputar dan dapat terlihat menembus lapisan subkutan, selubung rektus , dan akhirnya dapat menembus hingga peritoneum. Cara ini dapat dilakukan sebelum atau sesudah insulflasi. Dengan teknik seperti ini dapat menghilangkan kekhawatiran insersi trokar secara buta, sekali lagi teknik ini tidak akan mencegah cedera usus tetapi apabila cedera terjadi maka akan terdeteksi dan diperbaiki dengan segera. Kerugian dari metode ini adalah pengunaan trokal optik hanya untuk sekali pakai , dan harganya cukup mahal.

Gambar 17.3 Trokal optik

iv) Ternamian trocar

Trokarternamianmerupakan trokar yang spesial karena memiliki “ulir sekrup ” pada trokarnya. Setelah insulflasi karbon dioksida pada perut, trokar ini dapat “disekrupkan” ke dalam perut dengan laparoskop yang telah di tempatkan pada trokar. Sama dengan trokar optik, trokar ini dapat dilihat ketika menembus lapisan subkutan, rektus dan juga peritoneum. Dan lagi, cara ini tidak akan mencegah cedera usus, akan tetapi dapat terdeteksi dan dengan segera ditangani apabila terjadi cedera usus.

Gambar 17.4 Trokar ternamian dengan laparoskop didalamnya

b) Penempatan trokar kedua

Setelah penempatan trokar pertama ( biasanya melalui umbilikus ), trokar yang lain perlu ditempatkan juga. Kedua trokar biasanya ditempatkan di tiap sisi perut. Saat menempatkan trokar , arteri ( seperti arteri epigastrik inferior dan arteri epigastrik superfisialis), yang kadang bisa terluka, dan menyebabkan pendarahan.

2) Komplikasi yang terjadi selama prosedur bedah / operasi

a) Cedera pada organ internal selama operasi

Selalu ada kemungkinan melukai organ dalam selama operasi / pembedahan. Organ yang mungkin terkena resiko cedera adalah ureter, kandung kemih, usus besar ( rektum dan usus sigmoid ) dan usus kecil.

i) Ureter

Ureter merupakan tabung yang menghantarkan urin dari ginjal ke kandung kemih. Penghantaran urin mengalir dibawah ovarium dan melewati terowongan ( terowongan ureter ) sebelum mencapai kandung kemih. Tempat yang umumnya terkena cedera ureter adalah di pinggir panggul, dibawah ovarium dan terowongan ureter. Penyakit – penyakit tertentu seperti endometriosis kadang menyebabkan adhesi ureter ke ligamen ovarium dan ligamen uterosakral. Diseksi ureter dari ligamen ovarium / ligamen uterosakral biasanya tidak diperlukan terkecuali pada kasus yang rumit. Sangatlah dibutuhkan keterampilan laparoskopi yang lebih lanjut. Bedah laparoskopi biasanya menyangkut penggunaan koagulasi (g) jaringan. Saat pembekuan jaringan, disipasi panas lateral dapat menyebabkan ketidaksengajaan pada kerusakan ureter, yang mungkin tidak dikenali saat operasi. Satu minggu kemudian pasien datang dengan kebocoran urin ke vagina atau ke perut ataupun dengan nyeri pinggang dan demam karena penyempitan ureter. Komplikasi ini terlihat terutama saat laparoskopi histerektomi, ketika cabang asenden arteri uterina dikoagulasi dan dipotong. Adhesi dapat mendekatkan ureter ke arteri uterina sehingga menyebabkan luka bakar yang tidak disengaja. Diperlukan operasi lebih lanjut untuk memperbaiki cedera ini. Operasi lebih lanjut mungkin hanya melibatkan penempatan tabung stent ke atas ureter melalui kandung kemih, sehingga urin akan mengalir dari ginjal ke kandung kemih dan memungkinkan penyembuhan ureter yang terluka. Terkadang mungkin perlu melekatkan ureter ke tempat baru di kandung kemih ( reimplantasi ureter ). Reimplantasi ureter biasanya dilakukan dengan operasi terbuka.

ii) Usus besar ( rektum dan sigmoid )

Pada endometriosis infiltrasi dalam / deep endometriosis infiltrating (DIE), penyakit bisa menyerang rektum ( dubur ) dan menyebabkan perlengketan yang padat antara rektum dan vagina, leher rahim dan / atau rahim. Melepaskan usus dapat menyebabkan kolon rektum dan sigmoid cedera. Saat kondisi tersebut diduga ,sangatlah penting untuk persiapan usus sebelum operasi. Apabila rektum cedera terjadi dan persiapan usus telah dilakukan, maka cedera dapat diperbaiki secara laparoskopi ( dilakukan oleh dokter bedah berkompeten ) atau dengan laparotomi. Namun, jika sebelum operasi tidak ada persiapan usus, maka kolostomi yang bersifat sementara ( pembukaan usus pada perut ) harus dilakukan untuk dapat memungkinkan penyembuhan. Jarang terjadi namun bisa sangat menyulitkan pasien. Cedera usus yang tidak diduga selama operasi jarang terjadi, tetapi pada beberapa hari kemudian dimanifestasikan sebagai kebocoran usus. Pasien dapat mengalami nyeri panggul yang parah atau keluarnya feses dari vagina. Pasien seperti ini memerlukan operasi ulang baik secara laparoskopi maupun laparotomi untuk memperbaiki usus dan mungkin juga memerlukan kolostomi.

Gambar 17.5 Cedera pada rektum (dubur)
Gambar 17.6 Kolostomi

Kasus 17.1 : Cedera rektum

Pada bulan Mei 2007 seorang wanita yang berusia 44 tahun datang menemui saya untuk berkonsultasi karena masalah dimenore berat (g) dan perdarahan pervaginam yang berat. Sebelumnya dia telah melakukan laparoskopi kistektomi. Pemeriksaan menyatakan adanya pembesaran uterus yang berukuran 14 minggu kehamilan (g). Nodul terasa di kantung Douglas. USG menunjukkan adenomiosis uterus dengan penebalan pada dinding posterior. Terdapat kista ovarium kiri menyerupai endometrioma, yang berukuran 3.08 x 5.55 cm. Dia menjalani laparoskopi histerektomi total. Setelah menyelesaikan histerektomi, tercatat sebuah lubang di rektum. Lubang kemudian dijahit secara laparoskopi dengan menggunakan benang jahit vicryl 3-0. Pasca operasi, dia sudah pulih dan diperbolehkan pulang. Dia masih dalam pengamatan saya dan dia baik-baik saja.

Pembahasan

Pada pasien dengan endometriosis dan adenomiosis yang parah, sering terjadi perlengketan rektum ke rahim dan vagina. Oleh karena itu, Sebelum operasi diperlukan untuk persiapan usus, sehingga jika cedera usus terjadi, dapat segera diperbaiki tanpa perlu kolostomi. Dalam kasus-kasus seperti itu sangat penting juga untuk dengan hati- hati saat melepaskan rektum dari vagina sebelum mengangkat rahim.

 

iii) Kandung kemih

Kandung kemih berada didepan atau anterior ke rahim. Kandung kemih terlekat longgar dengan leher rahim. Pada pasien yang sebelumnya pernah melakukan operasi caesar, kandung kemih mungkin terjebak / menempel di leher rahim dan rahim. Pada pasien dengan fibroid yang besar atau adenomiosis, kandung kemih dapat diregangkan dan posisinya mungkin terdistorsi. Kandung kemih dapat juga diinfiltrasi oleh endometriosis. Saat melakukan bedah laparoskopi dalam situasi seperti itu, terkadang akan sulit dalam mengidentifikasi batas kandung kemih sehingga dapat terjadi cedera kandung kemih. Saat memangkas habis endometriosis di kandung kemih, sebuah lubang dapat dibuat di kandung kemih. Apabila terdeteksi cedera selama operasi, cedera dapat dengan mudah diperbaiki baik secara laparoskopi maupun laparotomi. Kateter urin telah ditempatkan di kandung kemih untuk jangka waktu yang panjang apabila perbaikan kandung kemih dilakukan. Kadangkala, cedera tidak terdeksi saat operasi. Pasien dapat mengalami adanya rasa nyeri dan / atau kebocoran urin di melalui vagina ( fistula vesikovaginal ). Apabila ini terjadi, maka fistula dapat ditangani oleh laparoskopi maupun laparotomi.

Gambar 17.7 Cedera kandung kemih

Kasus 17.2 : Cedera kandung kemih

Nyonya TL, seorang wanita yang berusia 43 tahun dan telah mempunyai 4 anak, bertemu dengan saya karena keluhannya sakit saat buang air kecil. Setelah dilakukan pemeriksaan dia memiliki rahim ukuran 26 minggu kehamilan (g). USG memperlihatkan sebuah fibroid rahim berukuran 9.03 x 12.09 cm. Pada bulan Agustus 2014 dia menjalani laparoskopi histerektomi total. Operasi selesai tanpa adanya insiden apapun. Rahim diangkat dengan morselasi vaginal ( pemotongan uterus dan fibroid menjadi potongan-potongan kecil dengan menggunakan gunting sebelum pengangkatan melalui vagina ). Rahim dan fibroid memiliki berat 1.32 kg. Setelah pengangkatan rahim melalui vagina, dilakukan laparoskopi dan terlihat adanya robekan kandung kemih. Kandung kemih diperbaiki dengan menggunakan penjahitan benang vicryl 3-0. Penjahitan secara terus- menerus dilakukan. Kemudian kubah di jahit dengan laparoskopi. Pada hari kedua pasca operasi kateter telah dipasangkan dan dia diperbolehkan pulang. Pada hari ke 7 kateter telah dilepas, setelah melakukan cystogram ( rontgen kandung kemih yang diisi dengan kontras media ) untuk memastikan bahwa luka pada kandung kemih telah sembuh.

Pembahasan

Cedera kandung kemih dapat terjadi pada setiap tahap operasi apapun. Dalam kasus ini, kemungkinan besar terjadi saat melakukan morselasi vaginal pada rahim dan fibroid. Ini tidaklah lazim. Dugaan saya adalah bahwa terdapatnya beberapa urin di kandung kemih sewaktu morselasi vaginal dilakukan sehingga kandung kemih robek oleh fibroid selama manipulasi vagina.

iv) Usus kecil / usus halus

Usus kecil dapat terjebak di rahim, ovarium dan pada dinding perut. Mungkin ini dikarenakan penyakit endometriosis, penyakit radang panggul atau hasil dari operasi / operasi yang sebelumnya. Cedera pada usus kecil dapat terjadi saat proses melepaskan adhesi. Begitu terjadi cedera, apabila terdeteksi selama operasi , maka dapat ditangani baik secara laparoskopi maupun laparotomi. Sama halnya seperti organ lain, terkadang cedera hanya dapat terdeteksi pada periode pasca operasi. Pasien mungkin akan mengalami distensi abdomen, nyeri dan ketidakmampuan untuk buang angin ( flatus ). Operasi kedua mungkin akan dibutuhkan untuk memperbaiki usus yang terluka / cedera.

Gambar 17.8 Cedera pada usus kecil

Kasus 17.3 : Cedera usus kecil

Nona DI, adalah seorang wanita lajang yang berusia 23 tahun, dan dia mengalami masalah dismenore ringan pada bulan Agustus 2014. Sebelum bertemu dengan saya , dia pernah menjalani laparoskopi usus buntu saat 3 tahun yang lalu. USG memperlihatkan kista endometrioma besar di sebelah kiri dengan ukuran 7.60 x 13.54 cm. Dia menjalani laparoskopi. Usus kecil menempel pada kista ovarium. Saat melepaskan usus kecil, perforasi ( lubang kecil ) terlihat. Cedera ini kemudian dijahit dengan jahitan vicryl 3-0 menggunakan jahitan terputus. Kemudian, kistektomi dilakukan. Pasca operasi, keadaan dia baik-baik saja,

Pembahasan

Pasien dengan operasi perut atau operasi panggul yang sebelumnya mungkin mengalami perlengketan usus ke organ reproduksi wanita seperti rahim dan ovarium. Melepaskan usus dapat menyebabkan cedera usus. Sangatlah penting untuk mengingatkan kepada pasien mengenai kemungkinan resiko sebelum melakukan operasi. Cedera usus harus didiagnosis selama operasi sehingga pasien tidak usah menjalani operasi kedua untuk mengatasinya

b) Pendarahaan semasa operasi

Segala pendarahan dapat menghalangi penglihatan selama operasi laparoskopi. Karena itu sangat penting untuk sesedikit mungkin jika adanya pendarahan saat operasi laparoskopi. Apabila ada pendarahan di pembuluh darah mungkin diperlukan konversi ke laparotomi dan transfusi darah. Akan tetapi, cedera pada pembuluh darah dapat terjadi kapan saja dalam operasi. Sebagai contoh, ketika jarum Veress ditempatkan di perut. Jarum ini dapat melukai salah satu dari pembuluh darah utama seperti aorta, vena cava, atau arteri iliaka atau juga vena. Saat pembuluh darah perlu untuk dibedah selama operasi, cedera dapat terjadi. Cedera ini dapat dikoagulasi atau diatasi baik secara laparoskopi maupun laparotomi. Pada peristiwa yang jarang terjadi, pendarahan terjadi pasca operasi saat pembuluh yang terkoagulasi terbuka atau pembuluh yang dijahit terlepas. Apabila ini terjadi operasi lain baik dengan laparoskopi ataupun laparotomi diperlukan untuk mengendalikan pendarahan.

Kasus 17.4 : Pendarahan pasca operasi

Nyonya JL adalah wanita yang telah berusia 50 tahun. Dia memiliki hasil test pap smear yang tidak normal. Dia menjalani kolposkopi dan biopsi. Biopsi mengkonfirmasi bahwa dia menderita hiperplasia intraepitel serviks tingkat ke 3. Dia menjalani laparoskopi histerektomi total. Operasinya lancar dan kubah vagina terlihat tanpa pendarahan di akhir operasi. Pada hari berikutnya dia menderita nyeri panggul yang parah. USG panggul menunjukkan adanya cairan di kantung Douglas. Dia menjalani laparoskopi lain. Terdapat 1000 ml darah dan gumpalan darah pada panggul. Darah dan gumpalan darah akhirnya disedot. Arteri uterina kiri berdarah. Arteri uterina diisolasi dan klip diterapkan. Pasca operasi, keadaan dia baik-baik saja.

Pembahasan

Bedah laparoskopi dilakukan dengan tekanan antara 12 dan 15 mm Hg. Tekanan seperti itu dapat menutupi pendarahan. Sangat penting untuk mencari bukti pendarahan dengan tekanan intra abdominal yang rendah di akhir operasi. Bahkan saat ini selesai, terkadang pendarahan dapat terjadi setelah operasi.

Kasus 17.5 : Cedera yang tidak disengaja pada vena iliaka eksterna kanan selama laparoskopi histerektomi radikal

Nyonya OLL, adalah seorang wanita yang telah berusia 50 tahun, pada bulan Desember 2008 mengunjungi saya untuk konsultasi perdarahan pervaginamnya yang tidak teratur. Hasil pemeriksaan menyatakan kanker serviks ( stadium 1 B ). Dia menjalani histerektomi radikal dengan laparoskopi dan limfadenektomi panggul. Saat melakukan limfadenektomi panggul, satu lubang kecil tidak sengaja dibuat di vena iliaka eksterna kanan. Untungnya, lubang yang tidak sengaja dibuat itu tidak mengeluarkan darah ketika vena tidak disentuh. “Surgicel®” telah ditempatkan pada lubang untuk mencegah adanya pendarahan dan akhirnya operasi dilanjutkan kembali. Pada akhir operasi, tidak terlihat adanya pendarahan dari cedera. Pasca operasi, tidak ada pendarahan dan kondisi pasien baik dan diperbolehkan pulang.

Pembahasan

Cedera yang tidak disengaja pada organ serta pembuluh darah pada perut dan panggul dapat terjadi selama operasi. Cedera pada pembuluh darah utama atau arteri dapat berbahaya. Pada kasus yang rumit, darah harus dicocok silangkan serta dicadangkan apabila terjadi pendarahan yang sangat berat. Walaupun pendarahan seperti itu dapat dikendalikan melalui laparoskopi, laparotomi mungkin juga diperlukan.

c) Emboli Udara

Gas / udara yang menggembungkan perut terkadang dapat masuk ke aliran darah. Ini disebut dengan emboli emboli udara. Kondisi seperti ini jarang terjadi , akan tetapi apabila itu terjadi dapat menyebabkan komplikasi yang serius dan bisa berakibat fatal. Karena inilah alasan mengapa laparoskopi dilakukan dengan bantuan dokter spesialis anestesi.

d) Emfisema Subkutan

Terkadang karbon dioksida yang digunakan untuk menggembungkan rongga perut dapat bocor ke lapisan subkutan ( jaringan lemak ) dan ini disebut dengan emfisema subkutan. Emfisema subkutan biasanya terjadi saat jarum Veress digunakan untuk insulflasi perut. Bahkan dapat terjadi setelah penempatan trokar saat trokar tidak sengaja tergelincir ke lapisan subkutan. Ini biasanya dapat terdeteksi dini dan tidak terlalu serius. Udara dapat dihilangkan dengan memasukan kembali jarum Veress pada trocar ke perut. Terkadang emfisema begitu panjang sehingga dapat naik ke leher dan wajah. Pada situasi seperti itu, konversi ke metode laparotomi mungkin diperlukan.

Gambar 17.9 Jarum Veress menyebabkan emfisema subkutan

Komplikasi Umum

1) Komplikasi Anestesi

Bedah laparoskopi dilakukan dengan anestesi umum. Kesulitan dalam intubasi, infeksi pada paru-paru dan efek samping terhadap jantung selama anestesi umum dapat terjadi.

2) Trombosis Vena Dalam atau Emboli paru

Penggumpalan darah dapat terjadi pada vena dalam kaki pasca operasi. Gumpalan darah ini dapat berpindah ke paru – paru dan menyebabkan emboli paru serta dapat mengancam jiwa. Pencegahan komplikasi ini termasuk penggunaan stocking pada kaki , menggunakan sepatu hak rendah dan pemberian profilaksis berupa heparin. Kerugian dari pemberian heparin secara profilaksis adalah dapat meningkatkan insiden perdarahan intra operasi dan pasca operasi.

Gambar 17.0 Trombosis Vena dalam
Gambar 17.11 Emboli Paru

3) Hernia Insisional

Meski sayatan kecil yang dibuat selama bedah / operasi laparoskopi, kadang-kadang isi perut dapat menonjol keluar ( herniate ) walaupun isi perut yang menonjol mengarah ke hernia insisional. Kemungkinan ini memerlukan operasi selanjutnya.

Gambar 17.12 Hernia insisional ( umbilikal )

4) Infeksi

Salah satu keuntungan dari bedah laparoskopi adalah bahwa operasi ini dilakukan di lingkungan yang tertutup. Insiden infeksi panggul atau perut lebih rendah akan tetapi mungkin masih terjadi. Bedah laparoskopi biasanya dilakukan melalui umbilikus. Umbilikus tempat yang umumnya terkena infeksi kulit dan oleh karena itu sangat penting bagi pasien untuk membersihkan umbilikus ( pusat ) sebelum operasi.

Simak Video 16.1
Komplikasi bedah laparoskopi
http://vimeo.com/149741703

Ringkasan

1) Komplikasi dapat terjadi dalam bentuk operasi apapun, bisa dalam laparoskopi maupun laparotomi.

2) Semakin berpengalaman seorang dokter bedah, semakin kecil pula kemungkinan komplikasi terjadi.

3) Kebanyakan dari komplikasi adalah karena ketidaksengajaan.

4) Sangat penting untuk terlebih dahulu mendiskusikan semua kemungkinan komplikasi dengan dokter anda sebelum memulai operasi.

KONTENT

Copyrights © 2024 Selva’s Fertility, Obsterics & Gynaecology Clinic. All Rights Reserved.