Bab 36 – Gambaran Umum Histeroskopi

Bab 36 – Gambaran Umum Histeroskopi

Apa itu Histeroskopi ?

Histeroskopi adalah sebuah prosedur di mana sebuah teleskop kecil ( disebut histereskop ) yang terpasang dengan kamera dan dimasukkan ke dalam rahim melalui serviks untuk membuat visualisasi bagian dalam rahim ( rongga endometrium )

Gambar 36.1 Histeroskopi Diagnostik

Jenis histeroskopi

Ada dua alasan mengapa histeroskopi dilakukan.
1) Histeroskopi diagnostik – untuk dapat membuat diagnostik pada suatu gejala.

2) Histeroskopi operatif – untuk melakukan operasi.

Indikasi untuk melakukan histeroskopi

Alasan agar dilakukannya histeroskopi tergantung pada apkah histeroskopi digunakan untuk mendiagnosis penyakit atau digunakan untuk pembedahan / operasi dan akan dibahas pada Bab 37 ( histeroskopi diagnostik ) dan bab 38 ( histeroskopi operatif )

Waktu yang terbaik untuk melakukan histeroskopi

1) Waktu yang terbaik adalah setelah menstruasi ( sebelum ovulasi ) – saat dimana lapisan endometrium dalam kondisi tipis sehingga rongga dapat dilihat dengan baik. Dengan demikian, melakukannya saat setelah menstruasi dapat menghilangkan rasa kekuatiran untuk melakukan histeroskopi selama kehamilan.

2) Histeroskopi dapat dilakukan pada wanita dengan pasca menopause.

3) Pada pasien yang telah mengalami perdarahan yang tidak teratur atau berkepanjangan, pemberian hormon harus dilakukan untuk dapat menghentikan perdarahan sebelum melakukan histeroskopi. Namun apabila perdarahan terus berlanjut , histeroskopi harus tetap dilakukan meski perdarahan terus berlanjut.

Dalam kondisi seperti apakah histeroskopi tidak disarankan ?

1) Selama menstruasi berlangsung atau perdarahan per vaginam – karena dalam kondisi seperti ini akan sulit untuk membuat visualisasi rongga endometrium.

2) Kehamilan – Jika diduga adanya kehamilan , histeroskopi harus dihindari karena bisa melukai janin.

3) Penyakit Radang Panggul ( PID ) – Pada pasien yang telah menderita PID atau telah diduga memiliki PID, histeroskopi harus dihindari juga untuk mencegah penyebaran infeksi.

4) Kanker serviks – Histeroskopi tidak dapat dilakukan pada pasien yang telah diduga menderita kanker serviks.

5) Infeksi herpes akut.

6) Keputihan yang berat – Disebabkan mungkin dari penyakit seks menular ( misalnya trichomonas, gonore , klamidia ). Uji swab harus dilakukan untuk kultur dan perawatan serta harus diberikan sebelum melakukan histeroskopi.

Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi selama histeroskopi diagnostik dan operatif. Komplikasi terbagi menjadi :

1) Intra operatif ( terjadi saat prosedur )

2) Post operatif ( terjadi setelah prosedur )

1) Komplikasi intra operatif

a)  Rasa nyeri

Histeroskopi diagnostik biasanya dilakukan tanpa anestesi. Saat dokter bedah memasukkan histeroskop melalui Os intenal (g) , pasien mungkin akan mengalami penyempitan pada Os internal dan merasakan rasa sakit atau ketidaknyamanan ( lihat pada Bab 1 ). Beberapa faktor yang mungkin dapat meningkatkan rasa sakit saat office histeroskopi termasuk nuliparitas ( kondisi di mana pasien tidak /belum pernah melahirkan bayi ), menopause, riwayat pada penyakit radang panggul dan rasa was-was /kegelisahan.

Gambar 36.2 Os internal yang sempit terlihat pada histeroskopi diagnostik

b)  Krisis vasovagal

Ini merupakan gejala yang dapat membuat sakit kepala ringan yang mendadak , mual dan pingsan serta berkaitan dengan rasa sakit yang mungkin terjadi saat histeroskop dimasukkan ke dalam rongga rahim.

c) Perforasi rahim

Perforasi pada rahim / uterus dapat terjadi saat melakukan histeroskopi. Biasanya perforasi terjadi saat manipulasi serviks Os ( lihat pada Bab 1 ) sangat ketat. Kadang mungkin juga karena posisi rahim yang abnormal. Perforasi dapat terjadi Saat posisi rahim yang sedikit menekuk ke belakang( retroversi dan retrofleksi ( Gambar 36.3 ) ) atau sedikit menekuk ke depan ( anteversi dan antefleksi ) ( Gambar 36.4 ). Prosedur harus dihentikan dan tidak diperlukan tindakan lebih lanjut apabila terjadi perforasi saat melakukan histeroskopi diagnostik ( Gambar 36.5, 36.6 dan 36.7 ). Lalu pasien akan diminta untuk beristirahat dan pengamatan dilakukan selama beberapa jam untuk memastikan bahwa tidak ada perdarahan internal. Perforasi juga dapat terjadi saat melakukan prosedur operatif( misalnya Reseksi transervikal pada fibroid ( lihat Bab 41 ) atau eksisi septum pada uterus ( lihat Bab 40) ). Apabila ini terjadi, mungkin diperlukan laparoskopi untuk memastikan perforasi tidak melukai organ internal ( seperti usus atau pembuluh darah ) dan memastikan tidak adanya perdarahan internal. Perforasi dapat dijahit dengan laparoskopi.

Gambar 36.3 Rahim retroversi dan retrofleksi
Gambar 36.4 Rahim anteversi dan antefleksi
Gambar 36.5 Histeroskopi - perforasi uterus
Gambar 36.6 Gambaran histeroskopi pada rongga rahim yang berlubang
Gambar 36.7 Usus terlihat setelah perforasi uterus

d) Trauma pada serviks

Histeroskopi besar digunakan selama histeroskopi operatif. Agar histeroskop operatif dapat masuk , diperlukan untuk melakukan pembesaran pada Os eksternal dan internal. Serviks biasanya ditahan dengan alat / instrumen operasi ( misalnya tenakulum ) saat os internal membesar , dan mungkin serviks robek saat ini , dan biasanya sobekan serviks dijahit melalui vagina.

Gambar 36.8 Robekan serviks yang terjadi saat histeroskopi

e) Hemoragi / Pendarahan

Selama melakukan operasi dengan histeroskopi ( misalanya reseksi transervikal pada fibroid ) pendarahan dapat terjadi dan terkadang bisa menjadi pendarahan yang berat. Pendarahan dapat dihentikan dengan menempatkan sebuah kateter ke dalam rongga rahim dan larutan saline yang digunakan untuk memperbesar / menggembungkan sehingga dapat memberikan tekanan pada rongga rahim. Kateter biasanya ditempatkan dari 6 hingga 24 jam. Pendarahan biasanya akan berhenti setelah itu dan kateter dapat dilepas. Akan tetapi apabila perdarahan berlanjut , histerektomi mungkin diperlukan untuk tindakan selanjutnya.

Gambar 36.9 Kateter ditempatkan pada rongga rahim untuk mengendalikan perdarahan

f) Kelebihan cairan

Selama operasi dilakukan dengan histeroskopi, larutan glisin atau larutan saline digunakan untuk menggembungkan rahim. Larutan / cairan ini dapat diserap oleh pembuluh darah . Terlalu banyak cairan yang diserap dapat menyebabkan kelebihan cairan dan bisa membuat pasien menjadi sakit. Kemungkinan reaksi yang ditimbulkan pada pasien adalah bengkak dan pasien bisa menjadi linglung. Kondisi seperti itu diperlukan penanganan rawat masuk ke unit perawatan intensif ( ICU ) untuk di amati lebih lanjut. Komplikasi karena kelebihan cairan ini dapat menjadi sangat berbahaya bagi pasien. Ketika komplikasi ini dicurigai, Pembedahan harus dihentikan dan harus segera mengambil tindakan untuk menghilangkan kelebihan cairan yang telah memasuki tubuh pasien

g) Hemoragi / Pendarahan

Emboli udara adalah komplikasi yang jarang terjadi dan merupakan komplikasi yang sangat berbahaya dan dapat berakibat fatal. Secara tidak sengaja udara mungkin dapat masuk ke dalam pembuluh darah dan bisa masuk ke jantung dan paru – paru.

Gambar 36.10 Gelembung udara dapat terbentuk selama operasi

Kasus 36.1 Perforasi uterus selama office histeroskopi

Nyonya ZF menjalani Histeroskopi Diagnostik untuk evaluasi diagnostik pada infertilitasnya. Os serviks nya sangat rapat dan telah dicatat perforasi pada rongga rahim saat manipulasi untuk memasuki rongga rahim ( Gambar 36.6 dan Gambar 36.7 ).Histeroskop langsung segera diangkat. Cairan yang terlihat di Kantong Douglas (g) ditemukan saat melakukan USG transvaginal. Pasien tidak terlalu banyak merasakan nyeri di perut. Dia diistirahatkan selama 2 jam dan kemudian dievaluasi kembali, nyeri perut nya sudah tidak ada dan tanda – tanda vitalnya normal. Akhirnya dia diperbolehkan pulang dan diminta untuk datang kembali apabila dia memiliki gejala-gejala. Seminggu kemudian dia terlihat lagi dan kondisi dia baik – baik saja.

Pembahasan

Pada kasus – kasus yang sulit terutama saat posisi rahimnya anteversi atau retroversi, Histeroskopi Diagnostik dilakukan dengan bantuan USG abdomen ( perut ). Jika masih sulit untuk memasuki rongga rahim maka operasi histeroskopi harus dilakukan di bawah anestesi umum, dan laparoskopi harus dilakukan secara bersamaan.

2) Komplikasi pasca operasi

a) Hemoragi ( pendarahan )

Pasien yang telah dipulangkan dari rumah sakit dapat mengalami pendarahan di rumah, pasien harus segera melakukan admisi dan pengobatan.

b) Kerusakan termal pada usus

Saat melakukan histeroskopi operatif yang menggunakan arus listrik ( misalnya reseksi transervikal pada fibroid ) dapat terjadi cedera termal pada usus yang tidak diketahui dan mungkin tidak diperhatikan saat operasi. Setelah beberapa hari pasien mungkin akan menderita nyeri perut dan demam dan mungkin memerlukan operasi / pembedahan lain ( laparoskopi atau laparotomi ).

Gambar 36.11 Cedera termal yang diakibatkan dari kecelakaan saat melakukan histeroskopi operatif

c) Infeksi

Infeksi pada rongga endometrium jarang terjadi setelah operasi. Biasanya infeksi muncul seperti demam dan nyeri panggul , namun infeksi dapat diatasi dengan antibiotik.

d) Adhesi intrauterin

Adhesi intrauterin dapat terjadi setelah dilakukannya histeroskopi operatif. Hal ini dapat menyebabkan penurunan pada perdarahan rahim dan sesekali menyebabkan amenorea ( penghentian menstruasi ).

Gambar 36.12 Adhesi intrauterin

Anjuran pasca operasi

  1. Setelah dilakukannya prosedur, beberapa wanita mungkin akan mengalami kram yang mirip dengan nyeri haid , dan juga mungkin ada nyeri pada bahu yang disebabkan oleh cairan atau udara yang digunakan untuk penggembungan rahim, namun rasa nyeri akan mereda dalam beberapa hari ke depan.

  2. Setelah melakukan histereskopi, terutama melakukan histeroskopi operatif, kemungkinan akan mengalami beberapa perdarahan,tetapi biasanya perdarahan akan berkurang dalam beberapa hari.

  3. Ada baiknya hubungan seks dihindari dulu hingga perdarahan dan keputihan berhenti.

  4. Antibiotik dapat diberikan pada pasien yang memiliki resiko infeksi pada panggul yang lebih tinggi ( misalnya tuba tersumbat atau hidrosalping), antibiotik dapat diberikan sebelum dan setelah prosedur.

  5. Hindari penggunaan tampon setidaknya sebulan setelah histeroskopi , agar dapat membantu mengurangi resiko terkena infeksi.

  6. Nyeri yang parah pada perut bagian bawah, nyeri saat buang air kecil, demam, keputihan yang berbau tidak sedap dan pendarahan berat merupakan gejala – gejala yang membutuhkan penanganan dokter segera.

Video 36.1
Gambaran umum histeroskopi
http://vimeo.com/150239548

Ringkasan

Histeroskopi merupakan teknik di mana teleskop kecil dengan kamera yang terpasang dimasukkan ke dalam rongga rahim melalui serviks untuk dapat membuat visualisasi lapisan dalam rahim. Histeroskopi yang dilakukan untuk tujuan investigasi / pemeriksaan disebut dengan Histeroskopi Diagnostik, sedangkan Histeroskopi yang dilakukan untuk tujuan operasi / pembedahan disebut dengan histeroskopi operatif. Histeroskop biasanya dilakukan saat setelah menstruasi. Komplikasi yang ditimbulkan sama seperti prosedur bedah yang lainnya dan dapat terjadi selama dan / atau setelah operasi.

KONTENT

Copyrights © 2024 Selva’s Fertility, Obsterics & Gynaecology Clinic. All Rights Reserved.